Jumat, 26 Februari 2010

PostHeaderIcon Bersama Mengatasi Ancaman Perubahan Iklim

(Dimuat di harian Radar Jember, 5 Juni 2009)
Pada 5 Juni ini, kita memperingati Hari Lingkungan se-Dunia 2009. United Nations Environment Programme (UNEP) telah menetapkan temanya yakni ” Your Planet needs you: Unite to Combat ClimateChange.” Di Indonesia, Kementrian Lingkungan Hidup pada Maret lalu me-launching tema yang  disesuaikan dengan situasi dan kondisi bangsa: “Bersama Selamatkan Bumi dari Perubahan Iklim.”
Benarkah dunia berada dalam ancaman perubahan iklim ? Seberapa mengerikankah perubahan iklim tersebut ?.
Tulisan ini akan memaparkan fakta mengenai perubahan iklim dan upaya-upaya yang harus dilakukan.

Bumi Makin Panas
Atmosfer Bumi yang didominasi oleh nitrogen sekira 78 persen dan oksigen sekira 20 persen dan unsur serta senyawa lain yang relatif kecil jumlahnya merupakan perisai dari radiasi Matahari yang bersifat ekstrem yaitu terlalu panas. Karena atmosfer itulah Bumi tetap terasa hangat karena ada bagian dari radiasi matahari, yang merupakan gelombang elektromagnetik, tetap terperangkap sedangkan sebagian lain dipantulkan ke luar angkasa.

Akibat kegiatan manusia, terutama se-abad terakkhir,  berupa pembakaran bahan bakar fosil dan aktifitas pertanian, menghasilkan emisi berupa gas rumah kaca (GRK) yaitu karbondioksida (CO2), ozon (O3) methana (CH4), dinitro-oksida (N2O) , uap air (H2O), dan halokarbon (kelompok gas yang mengandung florine, klorin dan bromin). Gas-gas tersebut terakumulasi di atmosfer sehingga menyebabkan peningkatan konsentrasi seiring dengan perjalanan waktu.
Akumulasi GRK di atmosfer mengakibatkan radiasi matahari yang dipantulkan oleh Bumi ke luar angkasa menjadi terhambat. Akibatnya radiasi tersebut kembali lagi ke Bumi. GRK tak ubahnya seperti tangkup di wajan yang membuat mendidih isi wajan.
Pengamatan selama 157 tahun terakhir menunjukkan bahwa suhu permukaan bumi mengalami peningkatan sebesar 0,05 oC/dekade. Selama 25 tahun terakhir peningkatan suhu semakin tajam, yaitu sebesar 0,18 oC/dekade. Semakin hari peningkatan temperatur permukan Bumi kian tajam.
Akibatnya seluruh elemen Bumi meningkat suhunya seperti seperti : naiknya suhu air laut, naiknya penguapan di udara, perubahan pada pola hujan dan tekanan udara yang pada akhirnya mengubah pola iklim dunia, yang dikenal sebagai perubahan iklim.
Efek Menyebar
Iklim adalah rata-rata dan variasi temperatur, penguapan, presipitasi dan angin selama periode tertentu yang berkisar dalam hitungan bulan hingga jutaan tahun. Bisa dikatakan iklim merupakan rata-rata dari cuaca. Memperkirakan cuaca lebih sulit karena hanya terjadi dalam hitungan hari. Berbeda dengan iklim yang bisa diketahui kecenderungannya di masa depan.
Perubahan iklim yang telah terjadi memiliki dampak yang sangat luas. Bisa disebutkan dampak yang terjadi perlahan adalah kenaikan suhu dan permukaan air laut serta kenaikan suhu udara. Dampak langsung dari fenomena ini antara lain tergenangnya infrastruktur di daerah pantai, rusaknya ekosistem pantai, intrusi air laut dan berkurangnya lahan di daerah pesisir.
Perlu diketahui bila ketinggian air laut naik 0,5 m, potensi kehilangan tanah pertanian produktif untuk Jawa sebesar 113.000 ha, Sumatera sebesar 1.314 ha dan Sulawesi 12.000 ha. Jika  air laut naik 1 m, maka besar tanah pertanian yang hilang untuk Jawa 146.500 ha, Sumatera 1.345 ha dan Sulawesi 15.200 ha. Kenaikan permukaan laut turut memicu kehancuran tambak ikan dan udang. Bahkan kini minimal 18 pulau di muka bumi ini telah tenggelam, antara lain tujuh pulau di Manus, sebuah provinsi di Papua Niugini. Kiribati, negara pulau yang berpenduduk 107.800 orang, sekitar 30 pulaunya saat ini sedang tenggelam, sedangkan tiga pulau karangnya telah tenggelam. Indonesia sendiri berpotensi kehilangan 2.000-an pulau pada tahun 2030 .
Bisa dibayangkan dampak turunan dari hal di atas akan sangat luas. Berkurangnya sumber air bersih, hancurnya infrastruktur perikanan dan pertanian, krisis pangan dan bahkan pengungsian dari wilayah pesisir ke wilayah yang lebih tinggi di pedalaman.
Selain dampak perlahan, terjadi pula dampak yang ekstrem yaitu peningkatan curah hujan di musim hujan, peningkatan penguapan di musim kemarau dan peningkatan intensitas badai tropis.
Adanya peningkatan presipitasi pada beberapa dekade terakhir telah diamati di bagian Timur dari Amerika Utara dan Amerika Selatan, Eropa Utara, Asia Utara serta Asia Tengah. Tetapi pada daerah Sahel, Mediteranian, Afrika Selatan dan sebagian Asia Selatan mengalami pengurangan presipitasi. Sejak tahun 1970 telah terjadi kekeringan yang lebih kuat dan lebih lama. Kerusakan lingkungan ini telah mengakibatkan krisis lingkungan yang berujung pada konflik dan teror seperti yang terjadi di Darfur, Sudan
Hal lain frekuensi munculnya anomali cuaca El Nino meningkat. El Nino merupakan gelombang panas di garis ekuator Samudera Pasifik yang mendekati wilayah perairan Indonesia. Fenomena alam yang telah terjadi berabad-abad lalu, kini muncul setiap 2– 7 tahun, lebih kuat dan berkontribusi pada peningkatan temperatur Bumi. Fenomena ini menjadi pertanda akan terjadinya kekeringan di kawasan Asia Tenggara dan sebaliknya banjir di Amerika Selatan bagian timur. Gelombang panas yang terjadi telah memakan korban puluhan ribu orang di Eropa.

Upaya Sinergis

Dalam Undang-Undang nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup disebutkan bahwa Pengelolaan Lingkungan bukan saja merupakan tanggungjawab pemerintah tetapi juga menuntut peran serta masyarakat.
Karena dampaknya yang sangat luas itulah, masalah perubahan iklim mutlak membutuhkan keterlibatan dan sinergitas berbagai komponen. Pada Sektor kesehatan misalnya, naiknya suhu udara menimbulkan makin agresifnya nyamuk penyebab demam berdarah. Akibatnya DB mewabah. Siapa yang mestinya berperan dalam penanggulangannya? Tentu bukan hanya Departemen Kesehatan/Dinas Kesehatan di daerah. NGO / LSM  juga bisa berperan dalam dalam meningkatkan awareness masyarakat. Demikian juga dengan organisasi perempuan semisal PKK dan Dharma Wanita, kelompok pengajian ibu-ibu. Demikian pula para tokoh agama dan tokoh masyarakat, sangat diperlukan perannya. Yang seringkali terjadi adalah : masing-masing komponen berjalan sendiri-sendiri, tanpa keterpaduan bahkan seringkali tumpang tindih. Masing-masing seringkali membawa ego.
Di tingkat daaerah, kabupaten misalnya, Institusi Pengelola Lingkungan Hidup bisa berperan sebagai leading sector menjalankan fungsi koordinatif. Upaya peningkatan awareness masyarakat bahwa perubahan iklim masih ada solusinya misalnya dengan mengurangi emisi dari bahan bakar fossil, menanam banyak pohon dsb, sangat mendesak untuk dilakukan. Banyak kemasan yang bisa dipakai untuk membuat maksud di atas sampai. Misalnya seperti yang akan dilakukan Pemkab Bondowoso melalui Badan Lingkungan Hidup Bekerjasama dengan PMI, dalam bentuk aksi simpatik yang juga melibatkan siswa SMP/SMA. Sektor swastapun dapat berpartisipasi dari sisi pendanaan, sarana dll. Karena swastapun memiliki kewajiban misalnya dengan mekanisme CSR (Corporate Social Responsibility).
Media massa dapat memainkan peranan yang sangat strategis dalam penanganan perubahan iklim. Baik itu dalam bentuk pemberitaan, talk show ataupun kemasan acara lainnya. Sangat baik bila media massa cetak misalnya membuat kolom khusus yang membahas masalah perubahan iklim, bisa bekerjasama dengan instansi pengelola lingkungan atau NGO yang memiliki kompetensi sehingga dari sisi materi yang disampaikan adalah informasi yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan.

Selamat Hari Lingkungan 2009, Bersama Kita Selamatkan Bumi dari Perubahan Iklim !

0 komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger

Pengikut