Rabu, 24 Februari 2010

PostHeaderIcon Pentingnya Pemetaan Tingkat Kerentanan Gempa

Natural disasters are the interactionberween natural hazards and vulnerable condition …” Awotona
Siapa sangka bahwa cerita yang paling menguras air mata dari gempa Bumi yang terjadi di Tasikmalaya, Jawa Barat, adalah kejadian tanah longsor di Cianjur ? Lebih dari sepekan media massa memberitakan bencana tersebut, termasuk kurang sigapnya pemerintah di dalam menangani korban.
Indonesia merupakan negara dengan potensi bencana (hazard potency) yang sangat tinggi. Potensi bencana tersebut dikelompokkan menjadi 2 yaitu potensi bahaya utama (main hazard) dan potensi bahaya ikutan (collateral hazard). Potensi bahaya utama yang ada adalah Indonesia merupakan kawasan pertemuan 3 lempeng tektonik, memiliki gunung berapi aktif terbanyak, dataran tinggi yang rawan longsor, dan kawasan pantai yang rawan tsunami. Setelah bahaya utama terjadi, misalkan gempa, maka potensi bencana utama yang lain akan turut serta misalkan longsor atau tsunami.
Tidak cukup hanya itu. Potensi bahaya ikutan akan turut memperparah bencana. Indikator dari bahaya ikutan antara lain persentase bangunan yang terbuat dari kayu, likuifaksi, kepadatan bangunan, dan kepadatan industri berbahaya. Bangunan yang roboh dan mendorong robohnya bangunan yang lain di pemukiman padat akan menambah jumlah korban. Belum lagi konstruksi bangunan yang rapuh.
Akibat
Akibat dari gempa dapat dibagi menjadi 4 golongan, yaitu :
1.) Ground shaking yaitu gerakan tanah akibat gempa yang merupakan unsur utama penyebab keruntuhan struktur
2.) Liquefaction yaitu kehilangan strength pada pasir yang jenuh air akibat pembebanan siklik. Kondisi ini menyebabkan penurunan dan pergerakan lateral dari pondasi. Yang perlu dilakukan adalah mengidentifikasi lokasi yang berpotensi liquefaction dengan menghindari pembangunan diatasnya, atau cara lain membuat fondasi dalam sehingga terhindar dari liquefaction
3.) Bidang patahan (fault rupture) yaitu pergerakan patahan akibat gempa. Pergerakan dapat vertikal maupun horizontal.
4.) Landslide atau tanah longsor akan sering terjadi terjadi sebagai akibat dari gempa. Karenanya Perlu dihindari pembangunan diatas lereng atau dikaki dari lereng.
memperhatikan keempat hal di atas, maka gempa bumi tidak bisa dipandang berdiri sendiri. Gempa bumi akan berkaitan dengan faktor yang lebih luas yang mengharuskan kita untuk mengoreksi ulang mengenai tata ruang, kelayakan transportasi, model dan kualitas bangunan bahwa hingga pengawasannya.
Peta Kerentanan

Karenanya penting sekali menyusun peta kerentanan bencana. Hanya lingkungan yang rentan-lah yang akan menerima akibat dari peristiwa alam yang berpotensi menjadi bencana.
Tingkat kerentanan dapat ditinjau dari kerentanan fisik (infrastruktur), sosial kependudukan, dan ekonomi. Kerentanan fisik menggambarkan perkiraan tingkat kerusakan terhadap fisik (infrastruktur) bila ada faktor berbahaya tertentu. Berbagai indikator yang digunakan adalah persentase kawasan terbangun; kepadatan bangunan; persentase bangunan konstruksi darurat; jaringan listrik; rasio panjang jalan; jaringan telekomunikasi; jaringan PDAM; dan jalan KA.
Kerentanan sosial menunjukkan perkiraan tingkat kerentanan terhadap keselamatan jiwa/kesehatan penduduk apabila ada bahaya dengan indikator kepadatan penduduk, laju pertumbuhan penduduk, persentase penduduk usia tua-balita, tingkat pengangguran, tekanan ekonomi dan penduduk wanita.
Siklus Mitigasi
Dengan mengetahui peta tingkat kerentanan tersebut maka dirumuskan strategi mitigasi dengan tujuan semaksimal mungkin mengurangi hilangnya kehidupan manusia dan alam sekitarnya serta harta benda, penderitaan manusia, kerusakan
ekonomi dan biaya yang diperlukan untuk menangani korban bencana yang dihasilkan oleh bahaya gempabumi.
Ada 3 kegiatan utama yang bisa dilakukan yaitu 1) Kegiatan pra bencana yang mencakup kegiatan pencegahan, kesiapsiagaan, serta peringatan dini; 2). Kegiatan saat terjadi bencana yang mencakup kegiatan tanggap darurat untuk meringankan penderitaan sementara, seperti bantuan darurat, kegiatan search and rescue (SAR), dan pengungsian; 3.) Kegiatan pasca bencana yang mencakup kegiatan pemulihan, rehabilitasi, dan rekonstruksi.
Rangkaian kegiatan tersebut merupakan siklus dimana kegiatan paskabencana akan menunjang pada kegiatan prabencana selanjutnya. Sebagai contoh, reknstruksi bangungan yang roboh harus mempertimbangkan kekuatan gempa yang akan terjadi di masa yang akan datang dan perubahan kontur tanah yang ada.
Dengan begitu, pembuatan peta kerentanan bencana merupakan kegiatan yang dinamis sebagaimana halnya dinamika perubahan yang terjadi pada alam. Alam tidak berhenti bergerak dan berubah, jika kita diam maka bencana akan terus menghampiri.

0 komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger

Pengikut