Jumat, 26 Februari 2010

PostHeaderIcon Mengatasi Defisit Air

Ancaman defisit air akibat kemarau benar-benar di depan mata. Kian menyusutnya debit air dan perubahan pendistribusian air irigasi dapat menimbulkan ’pergolakan’ di tingkat desa. Seperti telah terjadi di desa Desa Bugeman, Kecamatan Kendit, Situbondo (Jawa Pos, 17/8) lalu.
Defisit air di Indonesia, dan terutama di Jawa, telah diperkirakan jauh hari sebelumnya. Menurut data dari Kementrian Lingkungan Hidup (KLH), defisit air terjadi sejak tahun 1995, yaitu di Jawa sebesar 32,3 miliar m3/ tahun dan di Bali sebesar 1,5 miliar m3/tahun. Defisit air terus meningkat pada tahun 2000 yaitu sebesar 52,8 miliar m3/tahun untuk Jawa dan 7,5 miliar m3/ tahun untuk Bali. Dan pada 2015 nanti, defisit airt di Jawa diperkirakan mencapai 134,1 miliar m3/tahun dan di Bali mencapai 27,6 miliar m3/tahun.
Selain Jawa dan Bali, di tahun yang sama, Sulawesi juga akan mengalami defisit air sebesar 42,5 miliar/ tahun, dan Nusa Tenggara Timur sebesar 4,5 miliar m3/tahun.

Di tingkat dunia, menurut data dari UNICEF/WHO pada 2005, sekira 20 persen penduduk Bumi atau 1,1 milyar jiwa kesulitan mendapatkan air yang layak untuk diminum. Akses yang amat terbatas pada air bersih tersebut mengakibatkan 4,5 ribu anak-anak meninggal setiap hari. Di tahun 2004 lalu, 2,2 juta jiwa melayang karena kekurangan air, dan 90 persen darinya adalah balita. Bencana ini terjadi di negara ketiga terutama negara-negara sub sahara Afrika dan Asia selatan. Diperkirakan akan semakin parah di masa datang.
Menurut Badan Meteorologi Dunia (WMO), pada tahun 2025, krisis air akan berdampak pada dua per tiga dari 9,3 miliar penduduk dunia. Air telah menjadi persoalan yang amat serius dan mendesak !.
Faktor Penyebab
Faktor yang menyebabkan terjadinya defisit air adalah rusaknya ekosistem daerah aliran sungai (DAS) dan tata air, berkurangnya areal hutan yang berfungsi menahan dan meresapkan air hujan serta faktor eksternal yaitu anomali perubahan iklim yaitu El Nino.
Akibatnya adalah akumulasi air hujan yang terjadi pada bulan Desember hingga Februari
sekitar 75 persen berubah menjadi air larian atau aliran limpasan permukaan.
Lebih dari itu, tidak adanya perencanaan pembangunan terpadu lintas daerah dan lintas sektor yang berfikir strategis jangka panjang, dimana salah satunya adalah tidak adanya data base seberapa parah kerusakan lingkungan yang telah terjadi.
Sisi lain yaitu kesadaran terhadap pelestarian lingkungan yang masih rendah. Air masih dianggap sebagai barang yang melimpah dan mudah didapatkan. Padahal lebih dari 25 tahun lalu, Alm. Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo mengatakan ”Dalam keadaan tertentu air merupakan barang bebas, yaitu bila air sudah bisa diminum dan tersedia dalam jumlah tak terbatas. Namun, ada keadaan lain dimana air sangat kekurangan sehingga dalam hal ini air sudah merupakan barang ekonomi ”. Sebagaimana barang ekonomi yang berjumlah terbatas, maka potensi konflik untuk mendapatkannya akan besar. Semakin langka, semakin besar potensi konfliknya seperti yang telah terjadi di Darfur, Sudan.
Akibat
Air merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi manusia dan menjadi faktor penting bagi kehidupan. Air dalam tubuh berperan dalam proses pencernaan dan metabolisme. Ini dapat dilihat dari sebagian besar tubuh manusia berupa cairan dan dua pertiga bagian Bumi berupa air. Kekurangan air memiliki dampak yang sangat berbahaya dan luas.
Dari sudut ketahanan pangan, Kekurangan air akan menurunkan produksi pertanian dan perkebunan sehingga menurunkan ketahanan pangan. Propinsi Jatim sendiri menyumbang hingga 40 persen komoditas jagung dan kedelai serta 20 persen komoditas padi untuk kebutuhan nasional. Selain Situbondo yang mengalami defisit air, beberapa daerah yang berpotensi adalah  Tuban, Gresik, Lamongan, Bojonegoro, Nganjuk, Ponorogo, Madiun, Kediri, Jombang, Mojokerto, Sidoarjo, Pasuruan, Probolinggo, dan Bondowoso. Krisis air di Jatim dampaknya akan merembet ke tingkat nasional.
Kekurangan air memicu pencemaran air. Persoalan air menjadi bukan sekedar kuantitas, tetapi juga kualitas. Air dapat berperan menjadi transmisi penularan penyakit bagi manusia, seperti gejala diare karena infeksi saluran pencernaan serta gata-gatal akibat radang kulit (dermatitis). Kuman Salmonella Typhi penyebab deman tifoid meningkat. Sumber air yang tercemar kotoran manusia berpotensi menjadi sumber penularan penyakit perut seperti kolera, disentri bahkan hingga radang hati (hepatitis). Demikian halnya berbagai penyakit kulit seperti kudik atau kudis, yang diawali oleh gejala gatal-gatal.
Bahkan menurut Prof. Dr. Benyamin Chandra, ahli ilmu bedah syaraf, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, kekurangan air dalam tubuh dapat menyebabkan gangguan pembuluh darah otak dengan akibat kelumpuhan dan kematian. Berdasarkan penelitiannya terhadap penduduk Jawa Timur yang mengalami kekurangan air minum ditemukan penyakit batu ginjal dan pengentalan darah yang mengakibatkan shock.
Langkah yang diambil
Penanganan masalah air harus dilakukan secara ilmiah dan profesional. Upaya konservasi sumber daya air di daerah hulu, misalnya, dilandasi oleh data yang valid dan lengkap. Akan lebih bagus lagi bila informasi mengenai sumber daya air mencakup peta wilayah dan proyeksi ke depan yang melibatkan rencana tata ruang dan perubahan iklim.
Pemantauan kualitas air perlu dilakukan secara kontinu setiap 4 bulan sekali.
Melalui informasi yang lengkap akan lebih mudah ditentukan langkah yang perlu diambil. Dimana, harus ada kesamaan pandangan lebih dahulu dari kalangan pemerintah daerah serta stake holder sehingga mengurangi konflik kepentingan.
Pada tingkatan aksi perlu dikembangkan teknologi baru yang lebih murah, ramah lingkungan dan efisien dalam sistem produksi, distribusi dan konsumsi sumberdaya air. Banyak pilihan mengenai teknologi ini, mulai dari pembuatan sumur resapan, biopori, kolam penampung air hujan,kanal reservoir, instalasi pemurnian air dari tong bekas hingga ke hujan buatan pada kondisi kekeringan yang ekstrem.
Aksi tersebut akan tidak optimal bila didekati sebatas proyek yang harus dijalankan. Karenanya pem-budaya-an pengelolaan air yang bijaksana harus menjadi sikap sehari-hari di khalayak luas seperti pemanfaatan air hujan secara langsung dan mengutamakan pemanfaatan air permukaan dibandingkan air tanah.

0 komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger

Pengikut