Rabu, 24 Februari 2010

PostHeaderIcon Pendidikan, Antusiasme dan Inspirasi

Hari Sabtu, 17 Oktober kemaren, saya mengisi materi di SMP 1 Tegal Ampel bersama dengan pak Ahmad ( BLH), pak Heru ( relawan PMI dan pegiat lingkungan), pak Bambang ( guru dan pegiat lingkungan ) dan bu Titik (penerima kalpataru dan pegiat lingkungan).
Di aula sekolah, para kader lingkungan duduk di lantai dan mendengarkan materi. Tampak materi diikuti dengan antusias. Antusiasme mereka dan juga guru pembimbing menjadikan acara berjalan terasa cepat. Antusiasme itulah merupakan imbalan yang lebih dari cukup dari kegiatan yang lebih dilandasi oleh idealisme dibandingkan proyek.

Pendidikan publik di SMP 1 Tegal Ampel merupakan yang ke-8 dari roadshow ke sekolah yang dilandasi oleh kurangnya pengetahuan mengenai lingkungan. Kegiatan ini muncul dari permintaan sekolah bagi kami untuk mengisinya.
Niat untuk menyebarluaskan pengetahuan mengenai lingkungan melandasinya. Alhamdulillah banyak sekolah merespon secara positif. Dan saya kira ini berada di luar perkiraan. Kegiatan pendidikan publik, pelatihan jurnalistik dan pelatihan pemantauan kualitas air sungai yang diberikan secara gratis, meskipun tidak ada anggaran, ternyata bergayung sambut. Hal ini menyimpulkan bahwa pendidikan yang berkualitaspun bisa berjalan tanpa harus dengan anggaran yang besar. Bahkan dengan sarana dan prasarana yang minimalpun tetap bisa dilaksanakan. Pendidikan, memang dan harus dilandasi oleh idealisme.
Inspirasi
materi

Prof. MT Zen, guru besar geofisika ITB, dalam sebuah makalahnya menceritakan ’pada suatu saat, di kaki sebuah gunung, ia membuatkan kopi untuk mahasiswanya yang duduk mengelilingi api unggun. Tidur dalam tenda dan dinaungi bintang-bintang di langit, dimulailah cerita. Mengenai pembentukan gunung-gunung, bagaimana kehidupan kemudian muncul. Arti penting gunung, termasuk munculnya sungai, dan kebudayaan manusia di sekitarnya. Dan sebuah bangsa. Sebuah negara,…. Indonesia ”.
Obrolan ”tidak resmi” yang dilakukan oleh seorang pakar, yang berpengetahuan sangat luas, dan memiliki reputasi internasional, menjadi ”materi pendidikan” yang bermutu, dan boleh jadi melampui buku-buku pelajaran. Bagaimana kemudian kita bisa mengkaitkan antara gunung, air dan nasionalisme, bahkan nasib manusia ke depan secara ringan namun berbobot meskipun sebenarnya detail teorinya sangat banyak. Mahasiswa, peserta didik dan pendengar dari kerumunan audiensnya yang harus ”digerakkan” untuk menelusuri sendiri.
Guru atau pembicara yang baik memang harus bisa membangkitkan ’ nyala api ’ yang membakar rasa keingintahuan dan mengobarkan imajinasi, dan ini bisa diamati melalui antusiasme yang dimunculkan. Guru adalah ”pematik api ”. Yang menyalakan ”lilin-lilin kecil ” dalam perjalanan peradaban.
Pendidikan idealnya harus bisa memberikan sebanyak mungkin ” kemungkinan” dari yang telah ada untuk terus dikembangkan dan disempurnakan oleh peserta didik. Kemungkinan dari pengetahuan untuk dimatangkan menjadi ilmu pengetahuan dan teknologi. Saya mengistilahkannya dengan : inspirasi.
Betapa banyak sumber daya yang terbuang ketika pendidikan terkukung dalam ruang-ruang kelas dan buku-buku teks hingga kemudian siswa lari darinya karena materi yang berulang-ulang dan rumus yang kaku. Gravitasi sebatas dipahami sebagai perkalian massa dengan percepatan. Rumus dan persamaan menjadi rangkaian simbol yang dingin dan membosankan. Tumbuhan sebatas makhluk hidup dengan keterbatasan gerak yang terus tumbuh menghadap matahari. Anatomi tubuh katak sebatas rangkaian organ tubuh yang dialiri darah.
Kita tidak membayangkan dalam pendidikan yang ’tidak hidup’ akan mampu mengapresiasi buah apel yang konon jatuh di dekat Newton yang memberikannya pencerahan mengenai gravitasi, dan kemudian memberikan dampak yang luar biasa bagi perkembangan kebudayaan manusia.
Juga, sehelai rumput yang mengubah kontruksi sayap pesawat terbang sehingga mendorong perkembangan teknologi aeonautika tersebut. Atau pola gerak serangga yang mendorong terciptanya berbagai bentuk teknologi robotika untuk ekspedisi penelitian ilmiah yang berbahaya. Atau bahkan ketapel dengan perkembangan teknologi roket dan persenjataan.
Lebih jauh dari inspirasi, adalah menciptakan ”kearifan”.
Tidak harus mengeluarkan biaya mahal untuk mencapainya. Tantangan terberat bagi guru adalah terus belajar. Menjadikan sekolah sebagai ”laboratorium ” dalam arti yang luas, seluas mungkin. (trims untuk ayah
Taufiq atas ide tulisannya)

0 komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger

Pengikut